A. Pendahuluan
Surat Al A’raauf ayat
52
وَلَقَدْ جِئْنَاهُمْ بِكِتَابٍ فَصَّلْنَاهُ
عَلَى عِلْمٍ هُدًى وَرَحْمَةً لِقَوْمٍ يُؤْمِنُونَ (٥٢)
Artinya:
“Sungguh kami telah mendatangkan kitab ( Al –Quran ) kepada mereka yang kami
jelaskan atas dasar pengetahuan sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang –orang
beriman”
Ayat tersebut
mengindentifikasi ayat qauliyah dan kauniyah dibangun atas dasar pengetahuan.
Pengetahuan dibangun atau didapat atas dasar penelitian terhadap hal – hal yang
terjadi di sekitar kita. Berdasarkan ayat tersebut dapat ditinjau dari teori
kontruksivisme yang dipelopori oleh salah satunya adalah Piaget. Teori
konstruktivisme adalah teori yang membangun konsep terbentuknya suatu konsep
pengetahuan seorang anak.
Secara filosofis teori
konstruktivisme muncul sebagai antithesis dari filsafat positivisme. Teori
konstruktivisme muncul dikarenakan atas kegelisahan terhadap pola pendidikan
yang hanya mengkonsumsi teori-teori yang sudah ada tetapi tidak menyentuh pada
bagaimana membangun konsep baru.
Berdasarkan pemaparan
diatas, pemakalah menguraikan tentang Perkembangan kognitif anak ditinjau dari
teori konstruktivisme Piaget.
B.
PEMBAHASAN
1. Pandangan Konstruktivisme
Pada prinsipnya faham
konstruktivis berpegang pada asumsi bahwa anak itu bersifat aktif dan memiliki
kemampuan untuk membangun pengetahuannya[1].
Secara mental anak mengkonstruksi pengetahuannya melalui refleksi terhadap
pengalamanya. Pengetahuan seorang anak dibangun dengan cara menerima secara
pasif dari orang lain, melainkan dengan cara membangunnya sendiri secara aktif
melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak adalah makhuk belajar aktif yang
dapat mengkreasikan dan membangun pengetahuannya.
Inti teori
kontruktivisme berkaitan dengan teori perkembangan kognitif dari Piaget antara
lain menyatakan bahwa dalam belajar anak menyusun pengetahuan melalui
interaksinya dengan objek dan masyarakat dengan melakukan adaptasi berupa
asimilasi dan akomodasi.[2]
Kognitif adalah suatu
proses berfikir, yaitu kemampuan individu untuk menghubungkan, menilai dan
mempertimbangkan suatu kejadian atau peristiwa[3].
Proses kognitif berhubungan denngan tingkat kecerdasan yang mencirikan
seseorang dengan berbagai minat terutama ditunjukan kepada ide–ide dan belajar.
Dalam perkembangan
intelektual ada tiga hal penting yang menjadi perhatian Piaget yaitu struktur,
isi, dan fungsi:
1. Struktur,
Piaget memandang ada hubungan fungsional antara tindakan fisik, tindakan mental
dan perkembangan logis anak-anak. Tindakan menuju pada operasi-operasi dan
operasi-operasi menuju pada perkembangan struktur-struktur.
2. Isi,
Merupakan pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respon yang
diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya.
3. Fungsi,
cara yang digunakan untuk membuat kemajuan intelektual. Menurut Piaget
perkembangan kognitif didasarkan pada dua fungsi yaitu organisasi dan adaptasi.
Organisasi memberikan pada organisme kemampuan untuk mengestimasikan atau
mengorganisasi proses-proses fisik atau psikologis menjadi sistem-sistem yang
teratur dan berhubungan. Adaptasi, terhadap lingkungan dilakukan melalui dua
proses yaitu asimilasi dan akomodasi.
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep
ataupun pengalaman baru ke dalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya[4].
Asimilasi dipandang sebagai suatu proses kognitif yang menempatkan dan
mengklasifikasikan kejadian atau rangsangan baru dalam skema yang telah ada.
Proses asimilasi ini berjalan terus. Asimilasi tidak akan menyebabkan
perubahan/pergantian skemata melainkan perkembangan skemata. Asimilasi adalah
salah satu proses individu dalam mengadaptasikan dan mengorganisasikan diri
dengan lingkungan baru pengertian orang itu berkembang.
Akomodasi,
dalam menghadapi rangsangan atau pengalaman baru seseorang tidak dapat
mengasimilasikan pengalaman yang baru dengan skemata yang telah dipunyai.
Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama sekali tidak cocok dengan skema yang
telah ada. Dalam keadaan demikian orang akan mengadakan akomodasi. Akomodasi
tejadi untuk membentuk skema baru yang cocok dengan rangsangan yang baru atau
memodifikasi skema yang telah ada sehingga cocok dengan rangsangan itu.
Ada
beberapa konsep yang perlu dimengerti agar lebih mudah memahami teori
perkembangan kognitif atau teori perkembangan Piaget[5],
yaitu;
1. Skema.
Skema adalah suatu struktur mental
seseorang dimana ia secara intelektual beradaptasi dengan lingkungan
sekitarnya. Skema akan beradaptasi dan berubah selama perkembangan kognitif
seseorang.
2. Asimilasi.
Asimilasi
adalah proses kognitif dimana seseorang mengintegrasikan persepsi, konsep atau
pengalaman baru kedalam skema atau pola yang sudah ada dalam pikirannya.
3. Akomodasi.
Akomodasi
adalah pembentukan skema baru atau mengubah skema lama sehingga cocok dengan
rangsangan yang baru, atau memodifikasi skema yang ada sehingga cocok dengan
rangsangan yang ada.
2.
Tahap
Perkembangan Kognitif
Menurut
Piaget, tahap perkembangan kognitif anak secara kronologis terjadi 4 tahap.
Urutan tahap-tahap ini tetap bagi setiap orang, akan tetapi usia kronologis
memasuki setiap tahap bervariasi pada setiap anak.
Keempat
tahap dimaksud adalah sebagai berikut:
a. Tahap
sensorimotor: umur 0 – 2 tahun. (Ciri pokok perkembangannya anak mengalami
dunianya melalui gerak dan inderanya serta mempelajari permanensi obyek)[6].
Tahap paling
awal perkembangan kognitif terjadi pada waktu bayi lahir sampai sekitar berumur
2 tahun. Tahap ini disebut tahap sensorimotor oleh Piaget. Pada tahap
sensorimotor anak lebih didasarkan pada tindakan inderawi anak terhadapt
lingkungannya, seperti melihat, meraba, menjamak, mendengar, membau dan
lain-lain.
Pada tahap
sensorimotor, gagasan anak mengenai suatu benda berkembang dari periode “belum
mempunyai gagasan” menjadi “sudah mempunyai gagasan”. Gagasan mengenai benda
sangat berkaitan dengan konsep anak tentang ruang dan waktu yang juga belum
terakomodasi dengan baik. Struktur ruang dan waktu belum jelas dan masih
terpotong-potong, belum dapat disistematisir dan diurutkan dengan logis.
Menurut Piaget,
mekanisme perkembangan sensorimotor ini menggunakan proses asimilasi dan
akomodasi. Tahap-tahap perkembangan kognitif anak dikembangkan dengan
perlahan-lahan melalui proses asimilasi dan akomodasi terhadap skema-skema anak
karena adanya masukan, rangsangan, atau kontak dengan pengalaman dan situasi
yang baru.
Piaget membagi
tahap sensorimotor dalam enam periode, yaitu[7]:
1) Periode
1 : Refleks (umur 0 – 1 bulan)
Periode paling
awal tahap sensorimotor adalah periode refleks. Ini berkembang sejak bayi lahir
sampai sekitar berumur 1 bulan. Pada periode ini, tingkah laku bayi kebanyak
bersifat refleks, spontan, tidak disengaja, dan tidak terbedakan. Tindakan
seorang bayi didasarkan pada adanya rangsangan dari luar yang ditanggapi secara
refleks.
2) Periode
2 : Kebiasaan (umur 1 – 4 bulan)
Pada periode
perkembangan ini, bayi mulai membentuk kebiasan-kebiasaan pertama. Kebiasaan
dibuat dengan mencoba-coba dan mengulang-ngulang suatu tindakan.
Refleks-refleks yang dibuat diasimilasikan dengan skema yang telah dimiliki dan
menjadi semacam kebiasaan, terlebih dari refleks tersebut menghasilkan sesuatu.
Pada periode
ini, seorang bayi mulai membedakan benda-benda di dekatnya. bayi mulai mengadakan
diferensiasi akan macam-macam benda yang dipegangnya. Pada periode ini pula,
koordinasi tindakan bayi mulai berkembang dengan penggunaan mata dan telinga.
Bayi mulai mengikuti benda yang bergerak dengan matanya. Bayi juga mulai
menggerakkan kepala kesumber suara yang ia dengar. Suara dan penglihatan
bekerja bersama. Ini merupakan suatu tahap penting untuk menumbuhkan konsep benda.
3) Periode
3 : Reproduksi kejadian yang menarik (umur 4 – 8 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai menjamah dan memanipulasi objek apapun yang ada di
sekitarnya (Piaget dan Inhelder 1969). Tingkah laku bayi semakin berorientasi
pada objek dan kejadian di luar tubuhnya sendiri. Ia menunjukkan koordinasi
antara penglihatan dan rasa jamah.
Pada periode
ini, seorang bayi juga menciptakan kembali kejadian-kejadian yang menarik
baginya. Ia mencoba menghadirkan dan mengulang kembali peristiwa yang menyenangkan
diri (reaksi sirkuler sekunder). Piaget mengamati bahwa bila seorang anak
dihadapkan pada sebuah benda yang dikenal, seringkali hanya menunjukkan reaksi
singkat dan tidak mau memperhatikan agak lama. Oleh Piaget, ini diartikan
sebagai suatu “pengiaan” akan arti benda itu seakan ia mengetahuinya.
4) Periode
4 : Koordinasi Skemata (umur 8 – 12 bulan)
Pada periode
ini, seorang bayi mulai membedakan antara sarana dan hasil tindakannya. Ia
sudah mulai menggunakan sarana untuk mencapai suatu hasil. Sarana-sarana yang
digunakan untuk mencapai tujuan atau hasil diperoleh dari koordinasi
skema-skema yang telah diketahui. Bayi mulai mempunyai kemampuan untuk
menyatukan tingkah laku yang sebelumnya telah diperoleh untuk mencapai tujuan
tertentu.
Pada periode ini,
seorang bayi mulai membentuk konsep permanen suatu benda. Berdasarkan kenyataan
bahwa dari seorang bayi dapat mencari benda yang tersembunyi, dan anak mulai
mempunyai konsep tentang ruang.
5) Periode
5 : Eksperimen (umur 12 – 18 bulan)
Unsur pokok pada
perode ini adalah mulainya anak mengembangkan cara-cara baru untuk mencapai
tujuan dengan cara mencoba-coba (eksperimen) bila dihadapkan pada suatu
persoalan yang tidak dipecahkan dengan skema yang ada, anak akan mulai
mecoba-coba dengan trial and error
untuk menemukan cara yang baru guna memecahkan persoalan tersebut atau dengan
kata lain ia mencoba mengembangkan skema yang baru.
Pada periode
ini, anak lebih mengamati benda-benda disekitarnya dan mengamati bagaimana
benda-benda di sekitarnya bertingkah laku dalam situasi yang baru.
6) Periode
Refresentasi (umur 18 – 24 bulan)
Periode ini
adalah periode terakhir pada tahap sensorimotor. Seorang anak sudah mulai dapat
menemukan cara-cara baru yang tidak hanya berdasarkan rabaan fisis dan
eksternal, tetapi juga dengan koordinasi internal dalam gambarannya.
Secara mental,
seorang anak mulai dapat menggambarkan suatu benda dan kejadian, dan dapat
menyelesaikan suatu persoalan dengan gambaran tersebut. Konsep benda pada tahap
ini sudah maju, refresentasi ini membiarkan anak untuk mencari dan menemukan
objek-objek yang tersembunyi. Sedangkan konsep keruangan, anak mulai sadar akan
gerakan suatu benda sehingga dapat mencarinya secara masuk akal bila benda itu
tidak kelihatan lagi.
Karakteristik
anak yang berada pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Berfikir
melalui perbuatan (gerak)
b) Perkembangan
fisik yang dapat diamati adalah gerak-gerak refleks sampai ia dapat berjalan
dan bicara.
c) Belajar
mengkoordinasi akal dan geraknya.
d) Cenderung
intuitif egosentris, tidak rasional dan tidak logis.
b. Tahap
Pra operasional: umur 2 -7 tahun. (Ciri pokok perkembangannya adalah penggunaan
simbol/bahasa tanda dan konsep intuitif)[8].
Istilah
“operasi” di sini adalah suatu proses berfikir logis, dan merupakan aktivitas
sensorimotor. Dalam tahap ini anak sangat egosentris, mereka sulit menerima
pendapat orang lain. Anak percaya bahwa apa yang mereka pikirkan dan alami juga
menjadi pikiran dan pengalaman orang lain. Mereka percaya bahwa benda yang
tidak bernyawa mempunyai sifat bernyawa.
Tahap pra
operasional ini dapat dibedakan atas dua bagian. Pertama, tahap pra konseptual
(2-4 tahun), dimana representasi suatu objek dinyatakan dengan bahasa, gambar
dan permainan khayalan. Kedua, tahap intuitif (4-7 tahun). Pada tahap ini
representasi suatu objek didasarkan pada persepsi pengalaman sendiri, tidak
kepada penalaran.
Karakteristik
anak pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a) Anak
dapat mengaitkan pengalaman yang ada di lingkungan bermainnya dengan pengalaman
pribadinya, dan karenanya ia menjadi egois. Anak tidak rela bila barang
miliknya dipegang oleh orang lain.
b) Anak
belum memiliki kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah yang membutuhkan
pemikiran “yang dapat dibalik.”
c) Anak
belum mampu melihat dua aspek dari satu objek.
d) Anak
bernalar secara dari khusus ke khusus. Anak juga belum mampu membedakan antara
fakta dan fantasi. Kadang-kadang anak seperti berbohong. Ini terjadi karena
anak belum mampu memisahkan kejadian sebenarnya dengan imajinasi mereka.
c. Tahap
operasi kongkret : umur 7 – 11/12 tahun. (Ciri pokok perkembangannya anak mulai
berpikir secara logis tentang kejadian-kejadian konkret).
Tahap operasi
konkret dicirikan dengan perkembangan sistem pemikiran yang didasarkan pada
aturan-aturan tertentu yang logis. Anak sudah mengembangkan operasi-oprasi
logis. Tahap opersi konkret ini dapat ditandai dengan adanya sistem operasi
berdasarkan apa-apa yang kelihatan nyata/konkret.
Ciri-ciri
operasi konkret yang lain, yaitu[9]:
1) Adaptasi
dengan gambaran yang menyeluruh. Pada tahap ini, seorang anak mulai dapat
menggambarkan secara menyeluruh ingatan, pengalaman dan objek yang dialami.
2) Melihat
dari berbagai macam segi. Anak pada tahap ini mulai mulai dapat melihat suatu
objek atau persoalan secara sedikit menyeluruh dengan melihat apek-aspeknya. Anak
tidak hanya memusatkan pada titik tertentu, tetapi dapat bersama-sama mengamati
titik-titik yang lain dalam satu waktu yang bersamaan.
3) Bilangan.
Pada tahap tahap operasi konkret, anak sudah dapat mengerti soal korespondensi
dan kekekalan dengan baik. Dengan perkembangan ini berarti konsep tentang
bilangan bagi anak telah berkembang.
4) Ruang,
waktu, dan kecepatan. Pada umur 7 atau 8 tahun seorang anak sudah mengerti
tentang urutan ruang dengan melihat jarak suatu benda. Pada umur 8 tahun anak
sudah dapat mengerti relasi urutan waktu dan juga koordinasi dengan waktu, dan
pada umur 10 atau 11 tahun, anak sadar akan konsep waktu dan kecepatan.
5) Egosentrisme
dan Sosialisme. Pada tahap ini, anak sudah tidak begitu egosentris dalam
pemikirannya. Ia sadar bahwa orang lain dapat mempunyai pikiran lain.
d. Tahap
operasi formal: umur 11/12 ke atas. (Ciri pokok perkembangannya adalah
hipotesis, abstrak, dan logis)[10].
Tahap operasi
formal merupakan tahap terakhir dalam perkembangan kognitif menurut Piaget.
Pada tahap ini, seorang remaja sudah
dapat berpikir logis, berpikir dengan pemikiran teoritis formal berdasarkan
hipotesis dan dapat mengambil kesimpulan lepas dari apa yang dapat diamati saat
itu. Cara berpikir yang abstrak mulai dimengerti.
3.
Implikasi Teori Piaget Dalam
Pembelajaran.
Teori kognitif dan teori pengetahuan piaget sangat banyak
mempengaruhi bidang pendidikan, terlebih pendidikan kognitif. Tahap-tahap
pemikiran Piaget sudah cukup lama mempengaruhi bagaimana para pendidik menyusun
kurikulum, memilih metode pengajaran dan juga memilih bahan ajar terutama di
sekolah-sekolah.
Maka dari teori Piaget tersebut dapat diimplementasikan pada
proses pembelajaran disekolah sesuai dengan teori perkembangannya itu sendiri.
Implementasi pada pembelajaran akan diterangkan sebagai contoh yang cocok untuk
pengetahuan dan pengembangan terhadap materi pembelajaran itu sendiri. Tentu
yang terpenting adalah kesesuaian dengan pemilihan model, pendekatan serta
metode dalam pembelajaran terhadap materi ajar.
Berikut contoh pembelajaran berdasar pada teori Piaget
sesuai tahap perkembangan kognitif anak usia sekolah;
A.
Pokok
Bahasan : Bangun
Ruang.
Sub Pokoh
Bahasan : Kubus, Balok, Tabung, Prisma, Limas, Kerucut, Bola.
Pembelajaran
di tingkat Taman Kanak-Kanak (TK B).
Ø Anak-anak baru hanya diperkenalkan
dengan bentuk.
Ø Pembahasan hanya terbatas pada sub
pokok bahasan yang terlihat kontekstual
Ø Materi kubus cukup pada bentuknya,
contoh aplikasi sekitar, serta warna jika ada.
Ø Demikian untuk balok, bola dan yang
lainnya dengan konsekuensi siswa mengetahui nama dan bentuknya saja.
Penjelasan;
Anak Usia Dini
masuk kategori pra operasional pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak
hanya mampu melihat gambar dan tidak berbentuk penalaran atas pengalamannya
sendiri.
- Pokok Bahasan : Klasifikasi
Capaian
perkembangan :Mengklasifikasikan
benda berdasarkan fungsi
Indikator :Mengelompokkan
benda dengan berbagai cara menurut fungsinya
Pembelajaran
di tingkat TK : Mengenalkan peralatan
makan
Penjelasan:
Anak
Usia Dini masuk kategori pra operasional
pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu menggunakan benda
kongkrit, tidak berdasarkan bentuk penalaran atas pengalaman sendiri.
C.
Pokok Bahasan :Menirukan
gerakan tubuh secara terkoordinasi untuk melatih kelenturan, keseimbangan dan
kelincahan
Capain
Perkembanngan :Menggerakkan
badan dan kaki dalam rangka keseimbangan, kekuatan, kelincahan dan melatih
keberanian.
Indikator : berjalan
maju pada garis lurus, berjalan dengan berjinjit , berjalan mundur
Penjelasan
Anak
usia dini masuk kategori pra operasional
pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu menggunakan benda
kongkrit, untuk membangun pemikirannya.
Anak
Usia Dini masuk kategori pra operasional
pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu menggunakan benda
kongkrit untuk membangun pengetahuannya, tidak berdasarkan bentuk
penalaran.
D.
Pokok Bahasan
1. Tingkat
Pencapaian perkembangan : Pengenalan
Buah –Buahan
2. Capain
Perkembangan : Pengenalan buah
3. Indikator : Menyebutkan ciri – ciri jeruk
Penjelasan
Anak
Usia Dini masuk kategori pra operasional
pada perkembangan teori Piaget. Jadi anak-anak hanya mampu menggunakan benda
kongkrit, yaitu mengenalkan buah jeruk dengan menyediakan buah jeruk.
- KESIMPULAN
Perkembangan
kognitif adalah tahap-tahap perkembangan kognitif manusia mulai dari usia
anak-anak sampai dewasa, mulai dari proses-proses berpikir secara konkret
sampai dengan yang lebih tinggi yaitu konsep-konsep abstrak dan logis.
Piaget seorang pakar
yang banyak melakukan penelitian tentang perkembangan kemampuan kognitif
manusia, mengemukakan dalam teorinya bahwa kemampuan kognitif manusia terdiri
atas 4 tahap dari lahir hingga dewasa. Tahap dan urutan berlaku untuk semua
usia tetapi usia pada saat seseorang mulai memasuki tahap tertentu tidak sama
untuk setiap orang. Keempat tahap perkembangan itu digambarkan dalam teori
Piaget sebagai
Bagi guru, teori Piaget
sangat relevan, karena dengan menggunakan teori ini, guru dapat mengetahui
adanya tahap-tahap perkembangan tertentu pada kemampuan berpikir anak di
kelasnya. Dengan demikian guru bisa memberikan perlakuan yang tepat bagi
siswanya, misalnya dalam memilih cara penyampaian kegiatan bagi siswa, dan
metode yang disampaikan.
Setiap anak memiliki
suatu proses perkembangan kognitif berdasarkan pengalaman dan ide baru yang
diinteraksikan dengan apa yang sudah diketahui untuk membentuk sturktur dan
pengertian baru. Dimana setiap anak sudah mempunyai struktur pengalaman awal yang
disebut (skema) yang berperan sebagai filter terhadap berbagai ide dan
pengalaman yang baru.
Teori konstriuktivisme
menjembatani antara perkembangan kognitif anak berdasarkan konsep yang sudah
ada dengan hal baru untuk membentuk sebuah pengetahuan baru. Perkembangan
kognitif anak berdasarkan teori konstruktivisme lebih menekankan pada proses
pembelajaran student centre, dimana
anak terlibat aktif dalam memperoleh dan membangun pengetahuannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Dariyo,
Agoes.2007. Psikologi Perkembangan Anak
Tiga Tahun Pertama. Bandung: PT. Refika Aditama.
Inhelder, Barbel.2010. Psikologi Anak .Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Santrock, Jhon W.2004. Life-Span Development, jilid
I. Jakarta. Erlangga.
Solehuddin,M.2000. Konsep Dasar Pendidikan Pra Sekolah .Bandung: UPI.
Sugihartono,
dkk.2007. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta:
UNY Press.
Sujiono,
Yuliani.2004.Metodologi pengembangan intelektual.Jakarta : Pusdiana
Press.
--------------------.2004.Metode Pengembangan Kognitif.Jakarta: Universitas Terbuka.
Suyanto, Slamet.2005.
Dasar-Dasar Pendidikan Anak Usia Dini.Yogyakarta:
Hikayat Publishing.
[1]
M. Solehuddin. Konsep Dasar Pendidikan
Pra Sekolah (Bandung: UPI, 2000), hal. 41
[2]
Slamet Suyanto, Dasar-Dasar Pendidikan
Anak Usia Dini (Yogyakarta: Hikayat Publishing,2005),hal.147
[3]
Yuliani Sujiono dan Tim, Metodologi pengembangan intelektual, ( Jakarta :
Pusdiana Press, 2004 ), hal. 3
[4]
Sugihartono, dkk. Psikologi Pendidikan. (Yogyakarta,
UNY Press: 2007) hal. 27
[5]
Agoes Dariyo, Psikologi Perkembangan Anak
Tiga Tahun Pertama. Bandung. PT. Refika Aditama. 2007. Hal. 139-140
[6] Jhon W.
Santrock. Life-Span Development, jilid. Jakarta. Erlangga. 2004. Hal. 45
[7][7] Yuliani
Nurani Sujiono, dkk. Metode Pengembangan Kognitif (Jakarta:
Universitas Terbuka, 2004) Hal. 4
[8]
Ibid. Life-Span Development. . . . hal. 45
[9]Barbel
Inhelder. Psikologi Anak (Yogyakarta,
Pustaka Pelajar, 2010) Hal.107
[10]
Ibid. Life-Span Development. . . .
hal. 45